The Story of Man

Kisah ini menuturkan perjalanan umat manusia yang sesak dengan beragam ulah, perkara, pencapaian dan bencana. Pertarungan abadi antara yang baik dengan yang buruk, di bumi yang secara fisik terus berubah, telah mementaskan drama panjang yang tampaknya hanya bisa diakhiri oleh datangnya hari kiamat. Sifat mulia seperti kesabaran, kecintaan, kejujuran, terus saja ditantang oleh keburukan manusia seperti keserakahan, kekejaman, keangkuhan dan kebodohan. Perseteruan kedua sisi ini melahirkan berbagai prestasi yang menakjubkan tetapi sekaligus juga menuai derita yang memedihkan. Drama ini tampaknya selalu saja terjadi di periode apapun manusia berada. Jadi, apakah manusia makhluk yang sulit untuk belajar dari kesalahan, atau memang sudah kodrati untuk terus hidup dalam drama sampai di akhir zaman?

Part One: Man and Nature

Koreografer: Dinar Karina, ARAD

Musik: Jonathan Elias, Nomad, Tony Levin, Nana Vasconcelos

…And Then There Was Man

Kitab-kitab suci di dalam tradisi Ibrahim (Judaisme, Kristen dan Islam) mengisahkan bahwa perjalanan umat manusia diawali oleh dihadirkannya Adam dan Hawa di muka bumi oleh Yang Maha Kuasa. Adam dan Hawa diturunkan ke bumi konon karena dosa yang mereka lakukan di alam surga. Dengan batin yang senyawa mereka menapak kehidupan baru di bumi sebagai pertanggungjawaban atas kesalahan di surga. Dengan cinta kasih di antara mereka, dan terhadap Yang Maha Agung, keduanya menjalankan pertobatan. Adam dan Hawa, nenek moyang manusia, datang dari kerajaan langit, bertobat di bumi untuk kemudian kembali ke rumah sejati di keabadian.

Children of The Earth

Anak-anak bumi, putra putri Adam dan Hawa, beranak pinak merambah gunung, lembah dan rimba. Hidup bersama alam dan tunduk pada hukumnya. Tiada batas antara diri dan lingkungan, serta tiada tanda yang terabaikan. Gua adalah rumah, dengan sungai dan hutan sebagai halaman. Matahari adalah energi hari, dan bulan sebagai pelita malam. Mengambil hanya sesuai kebutuhan, dan hidup selaras alam. Sayang, zaman ini mungkin takkan pernah kembali.

Tools for Life

Manusia terlahir dengan akal, dan dengan itu pulalah manusia mulai mencipta; dari penutup tubuh, alat berburu, api, alat memasak sampai ke tempat tinggal. Dengan akal, manusia semakin mampu mengenal sekaligus menjawab tantangan alam. Musim dan iklim berganti, terpaan bencana, intaian hewan buas, semua dapat dilalui dengan akal dan kepekaan.

When Kings are Gods

Waktu berlalu, hikayat Adam dan Hawa beserta Tuhan mereka seperti terlupakan. Manusia, dengan “akal” yang semakin terasah, tuhan-tuhan yang lain dalam wujud Raja dan Dewa. Titah Dewa dan Raja adalah sabda Tuhan, tak seorangpun mampu menolak. Gelimang emas dan perak serta maha karya monumen kerap tak cukup, dan nyawa manusiapun menjadi persembahan.

Part Two: Age of Reasons

Koreografer: Sussi Anddri, ARAD, RAD-RTS

Musik: Franco Battiato, Luys de Narvaez, Arcangelo Corelli, Cirque du Soleil

The End of Dark Age

Saat Islam muncul di abad ke-7 dan lalu mengalami kejayaan selama lebih dari 500 tahun, Eropa di belahan lain dirundung zaman yang gelap. Temuan-temuan akan filsafat Yunani dan perkembangan ilmu astronomi, matematika dan arsitektur lalu memercikkan secercah pelita di ujung lorong yang gulita. Dengan matematika pula, musik ritual gereja menuai notasi. Inilah awal bertemunya spiritualisme dan ilmu pengetahuan.

The Early Renaissance

Dengan ilmu pengetahuan, keingintahuan manusia semakin membesar dan memerlukan jawaban, dan logikapun menjadi kendaraan untuk menjawab. Satu persatu, pertanyaan manusia akan alam dan penciptanya memperoleh jawaban. Satu jawaban melahirkan pertanyaan yang lain, pendalaman menciptakan pertentangan, dan begitulah seterusnya.

The High Renaissance

Logika dan ilmu pengetahuan semakin berperan, dan cenderung menjadi landasan hidup manusia Eropa. Filsafat, arsitektur dan kesenian bertumbuh kembang mencapai tingkat yang tak pernah terbayangkan. Penjelasan demi penjelasan acap berseberangan dengan penjelasan keagamaan. Agama dan ketuhanan yang esa pun tak luput dipertanyakan. Agama dan logika menjadi seteru, dan manusia menjadi semakin congkak dengan logikanya.

Man and Machine

Semua pencapaian itu lalu melahirkan mesin, yang mengubah tatanan hidup di Eropa, dan kemudian juga belahan dunia lain. Mesin cetak, mesin uap dan lainnya memberikan kemudahan yang tak terpikirkan menjadi kenyataan. Produksi massal menjadi jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan hidup. Peta kekuatan politik mengalami perubahan besar. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian berkembang, bangsa Eropa merambah dan menguasai dunia. Penjajahan menjadi penopang kemajuan. Perbudakan dan penjarahan sumber daya alam merupakan bagian dari “mesin” yang memutar roda industri Eropa. Sungguh suatu kesenangan di atas penderitaan orang lain.

Part Three: The 20th Century

Koreografer: Sussi Anddri, ARAD, RAD-RTS

Musik: Edgard Varese, Steve Reich, Magma

Abad ke-20 adalah zaman yang penuh dinamika. Eksplorasi dalam dunia kesenian semakin luas. Unsur-unsur dari luar menjadi bagian dan bahkan pemicu dari perkembangan seni di Eropa; musik gamelan Bali adalah salah satunya saat dipentaskan di Paris Expo di penghujung abad ke-19. Perang dunia terjadi dua kali dalam bentang waktu yang tidak terpaut jauh dengan Perang Dingin sebagai lanjutan. Hak asasi manusia mulai mendapat tempat; perbudakan dan penjajahanpun berakhir. Kemerdekaan berbagai negeri terjajah melahirkan dunia yang ketiga. Gerakan persamaan hak, dari kulit hitam Amerika Serikat, gay sampai perempuan langsung menyusul. Gerakan peduli lingkungan, anti perang, dan anti kemapanan digerakkan kaum muda dengan musik Rock sebagai salah satu manifestasinya. Senjata pemusnah massal dan teknologi luar angkasa menjadi simbol baru kekuasaan. Dalam dekade terakhir di abad ini, perang dingin pun usai dengan runtuhnya blok sosialis/komunis yang menjadikan kapitalisme (dan demokrasi) sebagai pilar kehidupan

Part Four: In Search of The New Ideals

Koreografer: Dinar Karina, ARAD

Musik: Ojos de Brujo, Agatsuma, Rhythm Salad League

Satu dekade hampir berakhir di abad ke-21 ini, dan dunia terlihat masih bingung mencari bentuk barunya. Ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem, hak asasi dan demokrasi yang semakin mengiang, konvergensi teknologi komputer/informasi/telekomunikasi, ekstremitas/terorisme, korupsi, kerusakan alam serta perubahan iklim, dan dimulai berubahnya peta kekuatan ekonomi dunia telah melahirkan persoalan-persoalan baru. Ekonomi global disertai dengan dominasi media oleh kekuatan ekonomi raksasa merupakan ancaman serius bagi kelokalan budaya. Autentisitas atau orisinalitas semakin diabaikan karena dianggap sudah tidak relevan. Hak atas kekayaan intelektual dan copyrights menjadikan manifestasi budaya sebagai komoditas dagang. Post-modernism yang lebih sebagai pernyataan politik ingin ditempatkan di wilayah estetik. 

Kesemua ini bisa menjadi obat mujarab, tetapi juga bisa menjadi pemusnah kehidupan. Hidup pada akhirnya adalah mengenai bagaimana kita mengelola konsekuensi. Untuk kesekian kalinya, manusia kembali dipertanyakan, apakah akan mampu mengelola konsekuensi akibat ulahnya sendiri?

Penari NYD

  • Agatha Pritania Tajuw
  • Andhini Rosawiranti
  • Angela Merici Listyani
  • Enrinia Tanod
  • Gladys Levina
  • Irina Putri Sudarsono
  • Mariska Febriyani
  • Rialita Wijaya
  • Truly RIzki Ananda
  • Viscaya Lois Marina Sangari

NYD Apprentice

  • Anisa Nugrahanti
  • Bernadeth Adinda Hemas
  • Dyan Larasati
  • Hayomi Gendis Rinjani
  • Irninta Dwitika
  • Kshanti Aisyah Kendana
  • Mariska Nauli
  • Sasha Febri Safithri
  • Saskia Anindita
  • Siti Alisa Anjelira Fariza
  • Sitti Arlinda

Penari Namarina Dance Academy

  • Adinda Nabila
  • Balqis Fara Norita
  • Catherine Sumarlin
  • Ciancita D. Florin
  • Felicia Harenya S.
  • Enrico Tanod

Penari Tamu

  • Siko Setyanto

Premiered on November 6th 2010 at Gedung Kesenian Jakarta