RUPA PURA
Turning Point
Koreografer: Arif Surahman
‘Turning Point’ menggambarkan saat-saat krusial dalam kehidupan seseorang dimana terjadi perubahan besar yang memengaruhi masa depannya. Bermula dari pencarian akan identitas diri yang mengarah pada krisis identitas dan meragukan diri sendiri, sehingga perlu menyembunyikan diri di balik topeng sosial agar dapat diterima oleh lingkungan sosial. Pergelutan dalam diri akan timbul dalam melewati titik-titik terendah dan tertinggi dalam hidup, hingga mempertanyakan arah hidup yang diambil. Namun akhirnya, diri sendirilah yang dapat menyelesaikan pergelutan itu untuk menuju perubahan dan bergerak maju menuju titik balik positif.
Nama Untuk Jiwa
Koreografer: Hartati
Jiwa kita tak pernah ingin lama-lama dalam tubuh, maunya hanya satu: kembali ke alam tempatnya berasal untuk bertemu Sang Pencipta. Meskipun dunia ini hanya sebentar, jiwa tetap saja tak sabar dan merasa sesak di dalam tubuh. Bagi jiwa, tubuh adalah muslihat, tipu daya, dan kerangkeng, yang membuatnya tersiksa. Bagi jiwa, tubuh ini adalah manifestasi dari kepura-puraan dan kefanaan dunia. Itu sebabnya jiwa selalu meronta-ronta setiap saat dan bergejolak tak henti-henti. Cara untuk menenangkannya adalah dengan menyebut nama Sang Pencipta. Dengan cara itulah, jiwa lebih tenang, damai, dan syahdu. Kerinduannya untuk kembali ke kampung halaman terobati dengan keindahan nama-nama Sang Pencipta. Bila kita luput untuk menyebut nama-nama tersebut, maka jiwa kembali bergejolak, bahkan menjadi energi buruk yang keluar dari dalam badan kita. Tapi, bila jiwa terus mendapatkan apa yang dimintanya setiap saat, yaitu nama-nama Sang Pencipta, maka ia begitu hening, tenang, dan menjadi energi baik dalam setiap gerak-gerik kita.
Facet
Koreografer: Siko Setyanto
Karya “Facet” dibangun dari dinamika antara ruang personal dan ruang sosial dengan segala stereotipnya, dan dengan pengertian bahwa manusia adalah makhluk sosial. Ruang sosial dalam “Facet” dipandang berpotensi mencampuri ruang personal; demikian sehingga individu merasa ada karena merasa punya arti dalam ruang sosial tertentu-dengan mengikuti nilainya yang tertentu pula. Bahwa individu juga mengandung kehendak bebas, apakah “Facet” lantas mengisyaratkan suatu tegangan antara yang personal dengan yang sosial?
Bila pengertian yang berlaku adalah individu tidak dapat hidup tanpa individu lain, sementara mungkin tidak semua sebenarnya dapat menyepakati apa yang berlaku secara sosial, bagaimana hal tersebut akan disikapi? Sementara ruang sosial sendiri mengandung keragaman personal, apakah yang tidak sepakat lantas menjadi tidak punya arti?
Premiered on March 11th & 12th 2023 at Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki
Penata Cahaya: Donnie Debirkud (PECAHIN)
Pemusik: Eyi Lesar, Denny Rangipang, David Rafael Tandaya, Ghandiee_, Rifofo, Vima Fernandez
Properti: Ario Kiswinar Teguh, Viko Andy Rindarsyah
Penata Kostum: Muhamad Fahmi, Viko Andy Rindarsyah
Desain Grafis & Visual: Endira F. Julianda, Monica Hapsari
Dokumentasi Foto: Edho Satria, Yose Riandi